Akibat Ulah Litbang Kompas Kubu Jokowi Panik
Survei Kompas pilpres 2019 mengeluarkan hasil survei cukup mengejutkan. Jokowi-Amin berada pada 49,2 Persen dan Prabowo-Sandi berada pada 37,4 persen serta yang belum menentukan pilihan 13,4 persen. Cukup mengejutkan karena hasil survei Litbang Kompas ini cukup berbeda dengan hasil survei lembaga lain, seperti SMRC: Jokowi-Ma'ruf berada pada angka 57,6 persen, sedangkan Prabowo-Sandiaga sebesar 31,8 persen; dan LSI Denny JA: 58,7 persen responden memilih Jokowi-Ma'ruf dan 30,9 persen responden memilih Prabowo-Sandiaga.
Akibat dari hasil survei Litbang Kompas ini adalah kepanikan
pada pendukung 01 dan kepercayaan diri pada pendukung 02. Pendukung 01 panik
karena mereka heran kenapa jarak elektabilitas Jokowi-Ma’ruf Amin itu semakin
dekat. Walaupun Jokowi-Amin masih menang, tetapi menipisnya jarak berarti ada
masalah.
Sementara pendukung 02 semakin percaya diri bahwa survei
Litbang Kompas menggambarkan hasil survei internal mereka. Meskipun ini tidak
tampak mengada-ada karena di survei internal Prabowo-Sandi katanya sudah
menyalip Jokowi-Amin.
Tetapi ada yang menarik, kepanikan kubu 01 sangat tampak di
berbagai diskusi, grup-grup media sosial dan di media sosial. Seolah-olah
benteng pertahanan Jokowi-Amin sudah runtuh. Bahkan menurut saya kepanikan ini
tampak terlalu berlebihan.
Sebagian dari pendukung 01 langsung menghubungkan dengan
netralitas Litbang Kompas dengan hasil survei, mempertanyakan keterkaitan
pentolan Kompas dengan Prabowo, ada juga yang meragukan metodologi survei
Litbang Kompas, dan lain sebagainya.Menurut saya, reaksi seperti itu biasa dalam menanggapi
hasil survei. Selalu ada kecurigaan kalau hasil survei dirasa tidak sesuai
harapan atau seolah tidak sesuai dengan kenyataan. Apalagi ketika kesimpulan
Litbang Kompas menyatakan bahwa turunnya elektabilitas Jokowi karena militansi
relawan Prabowo di lapangan cukup gencar dengan door to door sementara
relawan Jokowi sendiri kurang militan.
Semua itu sah-sah saja. Ada perdebatan di sana-sini. Ada
kecurigaan di sana-sini. Ada kesenangan di sana-sini. Itu masih biasa dan
normal.Saya sendiri mencoba melepaskan diri dari cara pendukung 01
menanggapi hasil survei Litbang Kompas. Justru menurut saya, hasil survei
tersebut dan kepanikan tim 01 dan para pendukungnya adalah respons positif.
Hasil survei memang negatif, respons kubu 01 terhadap hasil survei itu pun
negatif, tetapi progres ke depannya itu sangat positif.
Bagaimana mungkin hasil survei yang negatif dan respons yang
negatif itu menjadi progres yang positif? Jadi begini, kalau hasil survei terus
menerus positif, maka kubu 01 akan terus merasa aman. Outputnya adalah kampanye
tetap saja seperti itu berupa seremonial, pengumpulan massa, dan ala kadarnya
saja. Merasa aman dan nyaman pada saat genting, itu terlalu naif.
Tetapi kalau hasil survei negatif dengan respons yang
negatif, dalam waktu yang relatif masih 20-an hari, akan memaksa kubu 01 untuk
bertanya ada apa dan berpikir bagaimana mengatasinya. Panik itu artinya mereka
masih tanggap. Coba kalau ada hasil survei negatif tetapi tidak ada reaksi
apa-apa, itulah yang gawat. Maka kepanikan ini mau tidak mau akan memaksa kubu
01 berpikir keras, berusaha keras dan berjuang lebih keras.
Mesin partai yang besar itu akan dipertanyakan para relawan.
Relawan akan bertanya ke mana partai-partai pendukung Jokowi-Amin. Kenapa
mereka seolah tidak berbuat apa-apa? Kenapa begini dan kenapa begitu? Sudah berjuang
maksimal atau tidak, partai-partai pendukung akan tetap disentak dengan
kerasnya. Mau tidak mau harus menunjukkan.
Para caleg-caleg itu akan dibangunkan para petinggi
partainya. Inilah kelanjutkan kalau partai sudah disentak para relawan. Para
petinggi partai akan mengkonsolidasi kembali para calegnya untuk berjuang lebih
keras dan lebih militan.
Relawan-relawan di lapangan pun di media sosial pun akan
bergerak semakin gencar dan militan. Namanya relawan, mereka tidak perlu
komando sudah akan berbuat. Apalagi di kalangan pendukung Jokowi. Militansi
mereka ini sudah tidak perlu dipertanyakan lagi. Hanya saja mereka butuh
dukungan berupa bukti-bukti kerja dari partai dan caleg-caleg di daerah
masing-masing.
Oh iya satu lagi. Kepanikan ini akan memaksa TKN juga untuk
mengoreksi diri dan mencari cara untuk mengatasi kepanikan. Biasanya dalam
keadaan genting seperti ini, otak akan dipaksa untuk berpikir lebih keras lagi.
Outputnya sih diharapkan solusi-solusi untuk meningkatkan elektabilitas, apakah
itu berupa penggelontoran dana, penambahan bahan kampanye, perubahan materi
kampanye, pengerahan relawan sistematis, peningkatan intensitas serangan
terhadap lawan dan lain sebagainya.
Perlu Anda ketahui, kepanikan yang terjadi sekarang di
kalangan pendukung Jokowi sudah terjadi di kalangan pendukung Prabowo setiap
hari, bahkan jauh hari sebelum Pilpres di mulai dengan ditandai dengan
pengerahan gerakan makar 2019 ganti presiden. Maka kalau mereka sekarang
mengalami peningkatan elektabilitas, itu sudah mereka rencanakan setahun
sebelum Pilpres.
Jadi kalau sekarang terjadi kepanikan di kubu Jokowi, ya
diterima saja dan diolah menjadi semangat baru. Elektabilitas menurun berarti
perjuangan lebih keras dibutuhkan. Masak bani waras kalah sama bani hoaksnya
Prabowo.Ha..ha..ha....
Sumber : Seword.com
Posting Komentar untuk "Akibat Ulah Litbang Kompas Kubu Jokowi Panik"