Amerika Dukung Jokowi atau Prabowo?
Pilpres 2019 akan menjadi ajang persaingan antara dua orang
yang pernah berseteru sebelumnya. Di satu pihak Presiden Joko Widodo, dan di
pihak lain pensiunan militer Letnan Jenderal Prabowo Subianto sekaligus Ketua
Umum Partai Gerinda.
Pemenang dalam Pilpres 2019 itu jelas penting bagi Amerika
karena beberapa alasan.
Pertama, Indonesia adalah negara yang berpenduduk
nomor 4 di dunia dan beragama mayoritas Muslim. Hebatnya, Indonesia adalah
salah satu dari sedikit negara mayoritas Muslim yang berhasil membangun sistem
politik yang demokratis.
Kedua, Indonesia adalah pemimpin 10 negara ASEAN.
Negara-negara di kawasan ini telah mulai berhasil membangun perdamaian dan
kemakmuran yang patut ditiru di belahan dunia lain dalam kurun waktu 30 tahun
terakhir. Dan kini negara-negara ASEAN itu sudah menjadi mitra ekonomi utama
Amerika.
Ketiga, Indonesia saat ini telah keluar dari
pemerintahan otoriter selama 32 tahun di bawah Jenderal Soeharto. Kini
Indonesia termasuk negara demokrasi terbesar di kawasan ASEAN dan nomor dua di
ASIA setelah India. Pemilu serentak disertai Pilpres langsung adalah bukti
kemajuan demokrasi di Indonesia.
Berdasarkan ketiga alasan itu, Amerika menilai bahwa
pemerintahan Jokowi lebih selaras dengan nilai-nilai Amerika daripada Prabowo.
Gaya kepemimpinan Jokowi yang lebih menghormati hak asasi manusia dan supremasi
hukum, lebih cocok dengan Amerika.
Sebaliknya pemerintahan yang dipimpin oleh Prabowo
diprediksi akan lebih otoriter. Keterlibatan Prabowo dalam aksi penculikan para
akktivis 1998 lalu mengkonfirmasi hal itu. Prabowo sendiri terus menolak untuk
menjawab pertanyaan tentang dugaan keterlibatannya dalam menghilangkan puluhan
aktifis pro-demokrasi selama hari-hari terakhir rezim Soeharto.
Terkait dengan penculikan itu, sampai sekarang, Amerika,
Inggris, Australia mengatakan No sama Prabowo. Prabowo hingga kini tetap tidak
bisa masuk Amerika dan Inggris. Prabowo masih ditolak masuk ke Amerika dan
Inggris.
Bagi Amerika, catatan hak asasi manusia Prabowo adalah salah
satu yang terburuk di antara para jenderal angkatan darat selama era Soeharto.
Jejak hitam Prabowo dalam membungkam para aktivis demokrasi, membuat Amerika
semakin enggan mendukung Prabowo.
Secara jangka pendek, Prabowo sebetulnya lebih disukai oleh
pemerintahan Trump. Alasannya karena pendekatan Prabowo yang tegas sekaligus
otoriter dalam memerintah. Selain itu Prabowo dikenal dengan kebijakan luar
negerinya yang keras.
Akan tetapi, dalam hubungan jangka panjang, Amerika lebih
memilih pemerintahan Jokowi. Amerika memang paham bahwa kepentingan Amerika di
Indonesia telah ‘diganggu’ oleh Jokowi seperti di Freeport. Namun Amerika sadar
bahwa Jokowi fightuntuk rakyatnya dan bukan untuk dirinya. Itulah
sebabnya Amerika akhirnya memilih diam dan tidak terlalu mengganggu Jokowi soal
Freeport itu.
Bagi Amerika jika Jokowi tetap menjadi Presiden, maka
stabilitas di kawasan ASEAN tetap terjaga. Hubungan Indonesia-Amerika tidak
terganggu. Amerika tahu bahwa Jokowi bisa menempatkan posisi Indonesia tetap
netral dan berani melawan hegomoni China di kawasan Asia Pasifik. Bukti keberanian
Jokowi di Natuna saat menantang China menjadi kredit poin Amerika untuk Jokowi.
Alasan lain Amerika lebih mendukung Jokowi adalah soal
kebangkitan China. China saat ini dan terlebih di masa depan, menjadi ancaman
bagi dominasi Amerika. Lebih baik Amerika mendukung Jokowi yang kelemahan dan
kekuatannya sudah diketahui, daripada capres lainnya yang belum tentu
menguntungkan posisi Amerika.
Presiden Trump sendiri secara senyap berhasil diyakinkan
oleh lingkar elit pemerintahannya. Kunjungan Menhan Ryamizard Ryacudu ke
Amerika beberapa waktu lalu, mampu menembus jantung inner circle kekuasaan
Trump terutama Menhan AS Jenderal Mattid tentang posisi Indonesia.
Ryamizard mampu meyakinkan pemerintahan Trump bahwa posisi
Indonesia ke depan tetap menjadi bagian dari Indo Pasific bersama Australia,
India dan Jepang dalam menghadapi ambisi China dengan konsep BRI.
Bagi Amerika, Jokowi akan lebih baik jika memperoleh
kemenangan dalam Pilpres 2019. Nantinya Jokowi diyakini akan lebih mudah untuk
memperbaiki beberapa sistem kelemahan politik demokrasi Indonesia terutama
peran parlemen. Dan arah kemenangan Jokowi itu sudah diketahui oleh Amerika.
Laporan dalam tulisan Voice of America pada 9 Januari 2019,
memuat survei terbaru oleh salah satu lembaga opini publik yang terpercaya di
Indonesia memberi Jokowi peringkat persetujuan 55 persen dibanding 35 persen
untuk Prabowo.
Hasil survei Roy Morgan Poll yang diberitakan juga Bloomberg
menyatakan bahwa elektabilitas Jokowi-Ma’ruf 58 persen. Sedangkan
Prabowo-Sandiaga di angka 42 persen. Jika dibandingkan dengan Pilpres 2014, ada
kenaikan para pemilih Jokowi di kisaran 6 persen.
Nampaknya usaha Prabowo, Fadli Zon dan tim elitnya untuk
menarik Amerika di kubunya terlihat gagal. Pun usaha untuk menarik Rusia untuk
ikut bermain di Pilpres di Indonesia dan berada di pihaknya gagal juga.
Tanda kegagalan itu bisa dilihat dari usaha all-out Prabowo
merangkul habis kubu Islam garis keras termasuk akan menjemput langsung Rizieq
Shihab. Mengapa? Karena karena hanya kubu Islam garis keras itulah yang bisa
diandalkannya dalam Pilpres. Begitulah kira-kira.
Sumber : Seword.com
Posting Komentar untuk "Amerika Dukung Jokowi atau Prabowo?"