SBY : NKRI Tidak Boleh menjadi Negara Agama ataupun Negara Komunis
Nurani SBY Bangkit Serang Habis-Habisan Kebobrokan Kampanye Prabowo di GBK!
Bagaimanapun juga, SBY tetaplah seorang Mantan Presiden,
yang sedikit banyak memiliki nurani kenegarawanan.
Nurani kenegarawanan itulah yang kemudian memberontak di
hati SBY, dan membuatnya bangkit untuk mengoreksi habis-habisan segala
kebobrokan kampanye akbar Prabowo di GBK, sejak dari perencanaan!
Mulai dari kampanye yang tak lazim, tak inklusif, menabrak
akal sehat, menabrak akal sehat dan rasionalitas, tidak mencerminkan ‘Indonesia
untuk Semua’, tidak mencerminkan kebhinekaan atau kemajemukan, tidak
mencerminkan persatuan atau ‘Unity in Diversity’ alias ‘Kesatuan dalam
Keragaman’, mengandung nuansa demonstrasi serta ‘show of force’ identitas
berbasis agama, etnis, kedaerahan, ideologi, paham serta polarisasi politik
yang ekstrem, tidak mengandung semangat 'Semua Untuk Semua' , atau 'All For
All', memecah belah rakyat sebagai pro Pancasila dan pro khilafah, serta lebih
memilih membakar sikap dan emosi rakyat untuk saling membenci dan memusuhi
saudara-saudaranya yang berbeda dalam pilihan politik secara ekstrem ketimbang
mengedepankan platform, visi, misi dan solusi.
Dilansir dari detikNews, Ketua Umum Partai Demokrat (PD)
Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY sempat menyurati tiga petinggi Partai
Demokrat terkait gelaran kampanye akbar capres-cawapres Prabowo
Subianto-Sandiaga Uno.
SBY berbicara soal ketidaklaziman di kampanye Prabowo-Sandi.
Surat SBY itu, seperti dilihat detikcom, Minggu (7/4/2019),
ditujukan kepada Ketua Wanhor PD Amir Syamsuddin, Waketum PD Syarief Hasan dan
Sekjen PD Hinca Panjaitan.
Pesan SBY itu tersebar di WhatsApp dan dibenarkan politikus
PD Andi Arief.
Di awal pesannya, SBY, pada Sabtu 6 April 2019, mengaku
mendapat informasi yang mengandung kebenaran mengenai kampanye akbar
Prabowo-Sandi di Gelora Bung Karno (GBK). SBY menyebut kampanye akbar
Prabowo-Sandi mengandung unsur ketidaklaziman.
Berikut ini surat lengkap SBY kepada elite Demokrat soal
kampanye akbar Prabowo-Sandi di GBK:
Kepada yang terhormat
Bismilahirrahmanirrahim
- Ketua Wanhor PD Amir Syamsudin
- Waketum PD Syarief Hassan
- Sekjen PD Hinca Panjaitan
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Salam Sejahtera
Salam Demokrat!
Sebenarnya saya tidak ingin mengganggu konsentrasi perjuangan politik jajaran Partai Demokrat di tanah air, utamanya tugas kampanye pemilu yang tengah dilakukan saat ini, karena terhitung mulai tanggal 1 Maret 2019 yang lalu saya sudah memandatkan dan menugaskan Kogasma dan para pimpinan partai untuk mengemban tugas penting tersebut. Sungguhpun demikian, saya tentu memiliki tanggung jawab moral untuk memastikan agar kampanye yang dijalankan oleh Partai Demokrat tetap berada dalam arah dan jalur yang benar, serta berlandaskan jati diri, nilai dan prinsip yang dianut oleh Partai Demokrat. Juga tidak menabrak akal sehat dan rasionalitas yang menjadi kekuatan partai kita.
Sore hari ini, Sabtu, tanggal 6 April 2019 saya menerima berita dari tanah air tentang 'set up', 'run down' dan tampilan fisik kampanye akbar atau rapat umum pasangan capres-cawapres 02, Bapak Prabowo Subianto-Bapak Sandiaga Uno, di Gelora Bung Karno (GBK) Jakarta. Karena menurut saya apa yang akan dilakukan dalam kampanye akbar di GBK tersebut tidak lazim dan tidak mencerminkan kampanye nasional yang inklusif, melalui sejumlah unsur pimpinan Partai Demokrat saya meminta konfirmasi apakah berita yang saya dengar itu benar. Malam hari ini, saya mendapat kepastian bahwa informasi yang didapat dari pihak lingkaran dalam Bapak Prabowo, berita yang saya dengar itu mengandungi kebenaran.
Sehubungan dengan itu, saya minta kepada Bapak bertiga agar dapat memberikan saran kepada Bapak Prabowo Subianto, capres yang diusung Partai Demokrat, untuk memastikan hal-hal sebagai berikut:
Penyelenggaraan kampanye nasional (dimana Partai Demokrat menjadi bagian didalamnya) tetap dan senantiasa mencerminkan 'inclusiveness',dengan sasanti 'Indonesia Untuk Semua' juga mencerminkan kebhinnekaan atau kemajemukan. Juga mencerminkan persatuan. 'Unity in diversity'.Cegah demonstrasi apalagi 'show of force' identitas, baik yang berbasiskan agama, etnis serta kedaerahan, maupun yang bernuansa ideologi, paham dan polarisasi politik yang ekstrem.
Pemilihan Presiden yang segera akan dilakukan ini adalah untuk memilih pemimpin bangsa, pemimpin rakyat, pemimpin kita semua. Karenanya, sejak awal 'set up'-nya harus benar. Mindset kita haruslah tetap 'Semua Untuk Semua' , atau 'All For All'. Calon pemimpin yang cara berpikir dan tekadnya adalah untuk menjadi pemimpin bagi semua, kalau terpilih kelak akan menjadi pemimpin yang kokoh dan insyaallah akan berhasil. Sebaliknya, pemimpin yang mengedepankan identitas atau gemar menghadapkan identitas yang satu dengan yang lain, atau yang menarik garis tebal 'kawan dan lawan' untuk rakyatnya sendiri, hampir pasti akan menjadi pemimpin yang rapuh. Bahkan sejak awal sebenarnya dia tidak memenuhi syarat sebagai pemimpin bangsa. Saya sangat yakin, paling tidak berharap, tidak ada pemikiran seperti itu (sekecil apapun) pada diri Pak Jokowi dan Pak Prabowo.
Saya pribadi, yang mantan capres dan mantan Presiden, terus terang tidak suka jika rakyat Indonesia harus dibelah sebagai 'pro Pancasila' dan 'pro Khilafah'. Kalau dalam kampanye ini dibangun polarisasi seperti itu, saya justru khawatir jika bangsa kita nantinya benar-benar terbelah dalam dua kubu yang akan berhadapan dan bermusuhan selamanya. Kita harus belajar dari pengalaman sejarah di seluruh dunia, betapa banyak bangsa dan negara yang mengalami nasib tragis (retak, pecah dan bubar) selamanya. The tragedy of devided nation. Saya pikir masih banyak narasi kampanye yang cerdas dan mendidik. Seperti yang kita lakukan dulu pada pilpres tahun 2004, 2009 dan 2014. Bangsa kita sangat majemuk. Kemajemukan itu disatu sisi berkah, tetapi disisi lain musibah. Jangan bermain api, terbakar nanti. Para kader pasti sangat ingat, Partai Demokrat adalah partai Nasionalis-Relijius. Bagi kita Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika adalah harga mati. Tidak boleh NKRI menjadi Negara Agama ataupun Negara Komunis. Indonesia adalah 'Negara Pancasila' dan juga 'Negara Berke-Tuhanan'. Inilah yang harus diperjuangkan oleh Partai Demokrat, selamanya.
Saya berpendapat bahwa juga tidak tepat kalau Pak Prabowo diidentikkan dengan khilafah. Sama tidak tepatnya jika kalangan Islam tertentu juga dicap sebagai khilafah ataupun radikal. Demikian sebaliknya, mencap Pak Jokowi sebagai komunis juga narasi yang gegabah. Politik begini bisa menyesatkan. Sejak awal harusnya narasi seperti ini tidak dipilih. Tetapi sudah terlambat. Kalau mau, masih ada waktu untuk menghentikannya.
Dari pada rakyat dibakar sikap dan emosinya untuk saling membenci dan memusuhi saudara-saudaranya yang berbeda dalam pilihan politik, apalagi secara ekstrem, lebih baik diberi tahu , apa yang akan dilakukan Pak Jokowi atau Pak Prabowo jika mendapat amanah untuk memimpin Indonesia 5 tahun mendatang (2019-2024). Apa solusinya, apa kebijakannya? Tinggalkan dan bebaskan negeri ini dari benturan identitas dan ideologi yang kelewat keras dan juga membahayakan. Gantilah dengan platform, visi, misi dan solusi. Tentu dengan bahasa yang mudah dimengerti rakyat. Sepanjang masa kampanye, bukan hanya pada saat debat saja.
Demikian Pak Amir, Pak Syarief dan Pak Hinca pesan dan harapan saya. Ketika saya menulis pesan ini, saya tahu AHY berada dalam penerbangan dari Singapura ke Jakarta, setelah menjenguk Ibu Ani yang masih dirawat di NUH. Partai Demokrat harus tetap menjadi bagian dari solusi, dan bukan masalah. Selamat berjuang, Tuhan beserta kita.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Singapura, 6 April 2019
Terlepas dari motif apapun yang melatar belakangi, untuk
kali ini kita semua sepakat dengan SBY bahwa :
Prabowo memang pemimpin yang rapuh. Bahkan sejak awal sebenarnya dia tidak memenuhi syarat sebagai pemimpin bangsa.
SBY sendiri yang langsung menegaskan, bahwa semua informasi
tesebut mengandung kebenaran, karena memang didapat dari pihak lingkaran dalam
Prabowo itu sendiri.
SBY juga seakan memberi ‘kecaman keras’ secara sindiran
terhadap Prabowo, agar segera meninggalkan dan membebaskan negeri ini dari
benturan identitas dan ideologi yang kelewat keras dan membahayakan, serta
menggantinya dengan yang jauh lebih cerdas dan mendidik melalui platform, visi,
misi dan solusi, dengan bahasa yang mudah dimengerti rakyat.
Dan hal itu dilakukan tanpa bermuka dua, hanya berbaik-baik
dalam debat saja tapi tak dilakukan sepanjang masa kampanye, bahkan melakukan
tindakan yang sebaliknya.
SBY kembali mengingatkan bahwa Indonesia adalah bangsa yang
sangat majemuk, hingga wajib berhati-hati agar tak mengubah berkah kemajemukan
tersebut menjadi musibah. Caranya dengan: Jangan bermain api, terbakar nanti.
Namun apa yang terjadi?
Semua ucapan SBY dianggap angin busuk belaka, yang tidak
diindahkan sama sekali oleh Prabowo.
Tetap saja Prabowo ‘hantam kromo’ melakukan semua kebobrokan
yang disebut SBY tersebut dalam Kampanye Akbar di GBK hari ini.
Belum pernah ada dalam sejarah, Kampanye Akbar yang isinya
hanya nyinyir, menggunakan makian kasar seperti ‘ndasmu!’ terhadap Jokowi
sebagai pemimpin bangsa yang amat disegani dunia internasional, serta tebaran
janji tanpa disertai satupun penjabaran bagaimana kelak cara memenuhinya.
Amat berbeda jauh dengan Jokowi ketika mengkampanyekan
program kartu yang memerinci jelas semua manfaat bagi rakyat, lengkap dengan
penjabaran mengenai perkiraan alokasi anggaran yang telah dipersiapkan secara
matang, hingga perealisasiannya menjadi bukan sekedar omong kosong janji palsu
kampanye semata.
Posting Komentar untuk "SBY : NKRI Tidak Boleh menjadi Negara Agama ataupun Negara Komunis"