Ir Soekarno,Nasionalisme Islamisme dan Marxisme
Gagasan Besar Tentang Bersatunya Tiga Ideologi Nasionalisme,Islamisme dan Marxisme
Pemahaman dasar
NASIONALISME, Islamisme, dan Marxisme sesuatu format paham yang memang seharusnya
diketahui serta dipahami dan dicerna sejak
dini, dan tidak memblokir kemungkinnan banyak Masyarakat awam ketidak
tahuannya mengenai hal demikian namun mereka telah menerapkan dalam kehidupannya.
Memahami Nasionalisme tidak lantas bersikap
cinta tanah air dan antipati terhadap bangsa lain. Pemahaman semacam ini ialah sebagian dari nasionalisme
sempit (eksklusif) yang tidak sejalan dengan paham Soekarno, yang memberikan rumus praksis mengenai nasionalisme yang
mengangkat spirit kebangsaan,
sarat martabat, dan tidak merendahkan bangsa lain.
Begitu juga dengan
Islamisme dan Marxisme atau Sosialisme. Soekarno menyandingkan dengan
kedua-duanya dengan coba melakukan penentangan
terhadap kapitalisme yang kini ini
merajarela di negeri kita ini serta
kita sudah dibutakan oleh paham
kapitalisme yang jelas-jelas
menyebabkan terjadinya stratifikasi sosial yang destruktif. Kapitalisme
di mata Soekarno ialah sebentuk
ideologi yang cukup riskan karena, dampak yang dimunculkan tidak lain penindasan
terhadap rakyat kecil. Di samping itu,
kapitalisme bakal merusak
ideologi untuk bangsa terutama Indonesia seperti Nasionalisme dan Islamisme.
Karl max pernah merumuskan bahwa kapitalisme akan bisa
dimusnahkan dengan adanya revolusioner, tetapi pada nyatanya tidak terjadi maka
rumusan Karl Max terbantahkan. Karena itu dengan adanya ideologi sosialisme
marxismenya Soekarno, Soekarno tidak ragu mengklaim bahwa kapitalisme sejatinya
adalah bentuk dari kejahatan yang terselubung penindasan berkedok kesejahteraan
dan keadilan.
Padahal pada ajaran Islam (Islamisme) itu sendiri
mengajarkan pentingnya kebersamaan dan kepedulian terhadap sesama umat islam
tanpa membeda-bedakan, Islam pun mengancam perbuatan individualistik karena
cenderung menafikan nilai-nilai kemanusiaan yang bersifat mendasar pada diri
manusia secarah lahiriah. Karena itu lah, bagi Soekarno, spirit sosialisme
adalah spirit Islamisme yang meyuarakan pentingnya keadilan social (social
justice). Selain itu, dalam ayat Al Qur’an sangat sudah jelas betapa Allah SWT
menganjurkan agar setiap manusia mau berbagi, tidak rakus, apalagi mengklaim
sebagai pemilik mutlak atas setiap harta yang dimiliki sehingga tak ada upaya
untuk menafkahkannya kepada orang yang lebih membutuhkan.
Dalam
konteks ini saja Islam melarang, apalagi terjadi eksploitasi yang kerap
dilakukan oleh kaum-kaum pemodal dan penindas terhadap rakyat miskin yang
secara tidak langsung membuat ketidakadilan di dalam bermasyarakat dengan
sistem bertahap, Alhamdulillah, kapitalisme terus berjalan sampai sekarang dan
masyarakat Indonesia masih bisa bertahan hidup itu menjadi kebersyukuran kita,
tetapi hal ini tidak boleh kita anggap remeh, harus kita awasi dan dikontrol
supaya tidak terjadi sesuatu yang tidak kita inginkan secara drastis,
bisa bisa saja hal ini menjadi musuh dalam selimut. Namun, menyikapi
kapitalisme bukan hanya dalam konteks negatifnya saja tetapi dalam konteks
positif, karena kapitalisme juga dibagi menjadi dua kategori kapitalisme baik
dan kapitalisme buruk (Good Capilatism and Bad Capitslism) dalam kapitalisme
baiknya itu berkaitan dengan bisnis-bisnis yang ada di Indonesia sekarang ini
karena bisnislah yang mengangkat sistem pertubuhan perekonomian di Indonesia
dan dalam konteks kapitalisme buruk itu seperti seseorang menjadi
induvidualistik dan konsumtif.
Begitu
pun memahami marxisme, dalam hal ini marxisme atau sosialisme adalah salah satu
paham yang berdasarkan pada pandangan Karl Marx yang menyusun sebuah teori
besar yang berkaitan dengan sistem ekonomi, sistem sosial, dan sistem politik.
Marxisme ini suatu bentuk protes terhadap paham kapitalisme karena, kaum
kapital megumpulkan uang dengan mengorbankan kaum proletar yang sangat
merugikan sebelah pihak. Kendati demikian, sangat tidak memberikan sifat
kemanusiaan terhadap kaum proletar (kaum miskin) dengan memanfaatkan kaum
proletar untuk mencapai kekayaan untuk kaum bourjuis (kaum kaya), maka dari itu
Soekarno mencetuskan paham marhaenisme yang paham ini menentang adanya
penindasan terhadap umat.
Persatuan ideologi
Paham nasionalisme yang hanya mencakup sebuah bangsa seolah
tidak dapat bersatu jika melihat bahwa paham Islamisme tidak hanya mencakup
sebuah bangsa kecil saja, melainkan persaudaraan umat seluruh dunia. Atas
permasalahan ini Sukarno mengemukakan nasionalisme yang dianut Gandhi, “Cintaku
pada tanah air menjadi bagian dari cintaku terhadap semua umat manusia”. Dengan
gambaran nasionalisme yang demikian, sangat jauh dengan paham nasionalisme yang
mengarah pada chauvinisme yang sempit. Nasionalisme seperti ini adalah
nasionalisme yang cintanya mencakup semua golongan, ras, agama, tidak
terkecuali orang-orang barat. Sukarno mengemukakan bahwa nasionalisme dan
pergerakan Islam mempunyai suatu musuh yang sama-sama ingin diperangi, yaitu
kapitalisme dan Imperialisme Barat.
Mengenai bersatunya golongan nasionalis dan marxis Sukarno
juga memberikan satu alasan yang dapat menjadikan kedua golongan itu bersatu.
Sukarno menyebut bahwa seorang nasionalis yang memusuhi kaum marxis hanyalah
menambah musuh saja, jelas hal itu hanya akan membuat musuh semakin kuat.
Sukarno memberikan contoh-contoh yang terjadi di sesama bangsa Asia lainnya.
Dr. Sun Yat Sen yang disebut oleh Sukarno merupakan panglima nasionalis yang
besar, dengan segala kesenangan hati mau untuk bekerja sama dengan golongan
Marxis walau paham Marxis menurut Dr. Sun Yat Sen sangat tidak cocok untuk
diterapkan di negeri Tiongkok. Sukarno juga mengingatkan bahwa kaum Marxis
harus juga sadar bahwa musuh mereka pun sama dengan kaum Nasionalis, yaitu
kapitalisme dan Imperialisme Barat.
Tidak cukup sampai di situ saja, Sukarno juga mengemukakan
keharusan bahwa kaum Islam dan Marxis juga harus bersatu. Sepintas dua paham
ini sangatlah tidak mungkin untuk dicari kesamaannya, terlebih untuk dicari
landasan bersatunya. Kendati demikian, Sukarno benar-benar menunjukkan
kapasitasnya sebagai pemikir yang besar. Obsesinya terhadap persatuan seolah
tidak dapat dibendung. Sukarno dengan tegas memberikan peringatan kepada kaum Islam
bahwa Historis-Materialisme yang dianut kaum Marxis bisa dijadikan sebagai
penjelasan terhadap riwayat atau kejadian-kejadian yang telah terjadi di muka
bumi dan bisa dijadikan pisau analisis terhadap kejadian yang akan terjadi di
masa mendatang. Hal itu tentu sangat berguna sekali bukan hanya terhadap kaum
Marxis sebagai penganut, bahkan juga kepada kaum Islam jika mau untuk terbuka
menerima sesuatu yang sangat bermanfaat itu. Lebih lanjut Sukarno mengemukakan
persamaan dalam memandang laba atau keuntungan. Kapitalisme pada hakikatnya
adalah sama-sama musuh dari kaum Marxis ataupun Islam. Dalam paham
Marxisme, Meerwaarde diperangi habis-habisan. Artinya memakan
hasil pekerjaan orang yang seharusnya menjadi keuntungan kaum yang bekerja
malah diambil sendiri oleh si kapitalis.
Paham Meerwaarde ini
disebut oleh Sukarno sama saja dengan Riba dan memungut bunga
yang juga sangat diperangi oleh kaum Islam. Dalam paham Marxisme juga dilarang
menumpuk harta kekayaan sebagaimana yang dilakukan oleh kaum kapitalis. Sukarno
lagi-lagi menemukan kesamaan antara keduanya. Sukarno mengutip sepenggal ayat
suci Al-Qur’an yang berisi pelarangan menumpuk-numpuk kekayaan untuk
kepentingan sendiri : “Tetapi kepada barang siapa menumpuk-numpuk emas dan
perak dan membelanjakan dia tidak menurut jalannya Allah, kabarkanlah akan
mendapat satu hukuman yang celaka.
Anjuran untuk bersatu kepada tiga golongan tersebut
sebenarnya bukanlah pemaksaan dari satu golongan ke golongan lain untuk menjadi
penganutnya. Hanya saja Sukarno ingin golongan-golongan itu berdiri di garis
yang sama untuk berjuang bersama-sama melawan musuh yang pada hakikatnya juga
sama-sama musuh golongan itu. Baik golongan Nasionalis, Islam dan Marxis
mempunyai musuh yang sama, yaitu Belanda.
“… Bukannja kita mengharap jang Nasionalis itu supaja
berobah faham mendjadi Islamis atau Marxis, bukannja maksud kita menjuruh
Marxis dan Islamis itu berbalik mendjadi Nasionalis, akan tetapi impian kita
jalah kerukunan, persatuan antara golongan itu. Bahwa sesungguhnya, asal mau
sahadja, tak kuranglah djalan ke arah persatuan” .
Dari tulisan Sukarno tersebut jelas sekali bahwa tidak ada
yang perlu dikhawatirkan jika mau untuk bersatu. Tidak ada peraturan golongan
satu atau yang lain harus membuang pahamnya sehingga langkah ke arah persatuan
seharusnya bisa direalisasikan. Upaya Sukarno ini sangat berbeda dengan
tokoh-tokoh pergerakan yang lain pada masa itu. Kebanyakan tokoh-tokoh lain
lebih suka menggagas persatuan dalam arti sempit. Persatuan-persatuan atas nama
daerah, suku atau agama lebih ditekankan. Baru Sukarno sendiri yang berani
untuk mengimbau para tokoh-tokoh pergerakan yang lain untuk bersatu secara
nasional.
Ada hal yang menarik dari gagasan persatuan yang diupayakan
Sukarno ini. Semua orang sudah pasti mengetahui bahwa Marxisme mempunya suatu
paham yang tidak mungkin untuk dipersatukan atau didamaikan dengan golongan
Islam. Tentu saja ialah dalil tersohor dalam Manifesto Komunis yang berbunyi :
“Agama merupakan candu masyarakat”. Sukarno sadar akan hal itu dan sama sekali
tidak menghindarinya. Sukarno menyebut bahwa Marx dan Engel bukanlah nabi-nabi
yang teorinya bisa dipakai untuk segala zaman. Seiring perubahan zaman, maka pandangan
Marx tentang agama pun juga sangat dimungkinkan untuk berubah. Lagipula menurut
Sukarno, orang harus mengerti dulu asal usul mengapa Marx kemudian
memberikan justifikasi bahwa agama itu adalah candu
masyarakat.
Di Eropa pada zaman Marx masih hidup, kaum Gereja dalam hal
ini adalah kaum agama, merupakan sekutu dari kaum kapitalis. Kaum Marxis
dicecar habis-habisan oleh kaum Gereja bahwa kaum Marxis adalah penyembah
benda-benda, suatu golongan yang menuhankan benda atau materi. Agama dipakai
sebagai kendaraan mencapai kepentingan pribadi dan atasan-atasan mereka. Agama
digunakan untuk keperluan politik yang sangat reaksioner. Kaum Marxis yang
tidak buta dan mau untuk berpikir kala itu jelas menentang sikap-sikap yang
tidak terpuji semacam itu. Tapi masyarakat yang sudah buta pemikirannya mau
saja dan menerima mereka diperlakukan tidak adil atas nama agama. Itulah
asal-muasal dari perkataan Marx yang mengatakan bahwa agama adalah candu bagi
masyarakat.
Namun kata Sukarno, di Indonesia sangatlah berbeda
kondisinya dengan keadaan di Eropa seperti yang dilihat Marx. Di Indonesia,
agama Islam adalah agama kaum yang tertindas, agama dari kaum yang tidak senang
terhadap nasibnya. Sudah seharusnya bahwa kaum Marxis,nasionalis dan kaum
islamis merasa satu nasib dan berjuang bersama-sama melawan musuh yang telah
menindas dan menyengsarakan kehidupan rakyat, yaitu kapitalisme, kolonialisme
dan imperialisme.
Posting Komentar untuk "Ir Soekarno,Nasionalisme Islamisme dan Marxisme"